Selasa, 03 Februari 2009

KONSEP IMAN MENURUT ALIRAN-LAIRAN TEOLOGI ISLAM


PENDAHULUAN

Tidak menutup kemungkinan jika dipicu oleh persoalan politik dan perebutan kekuasaan pemikiran, keyakinan serta keimanan dan bahkan peribadatan seseorang menjadi berubah dan plural yang akhirnya menjadi salah satu pemicu perpecahan juga dalam Ukhuwah Islamiyah.

salah satu faktor yang mempengaruhi pemikiran dan keyakinan orang yang memegang suatu aliran kepercayaan temasuk pengeruhnya terhadap keimanan mereka adalah teori mengenai kekuatan akal dan fungsi wahyu. Ada yang berpendapat bahwa kekuatan akal bisa sampai untuk mecapai kewajiban mngetahui Tuhan dan adajga yang berpendapat bahwa akal tidak akan sanggup untuk sampai kesana dan wahyu-lah yang bisa mencapainya karena pengetahuan Tuhan itu hanya didapat dari wahyu. Hal ini mengakibatkan interpretasi yang mereka hasilkan terhadap suatu aturan dan syari`at menjadi berbeda, sehingga impelementasinya pun akan berbeda pula.

Dalam konsep iman ini, kompleksitas cara mereka meyakini Tuhan menjadi sautu perdebatan dan masalah baru yang timbul dikalangan ulama kontemporer dan bahkan pada masyarakat era sekarang. Hal ini berdampak pada keyakinan meraka yang akhirrnya timbulah perbedaan paradigma berpikir Teologis yang plural.

Lalu seperti apa pemikiran dan konsep keimanan yang dipegang oleh para penganut aliran kepercayaan teologi ? Hal ini yang memberikan pengaruh pula terhadap pemikiran-pemikiran dan teologi ulama kontmporer dan generasi selanjutnya.

BAB II

KONSEP IMAN MENURUT ALIRAN-LAIRAN TEOLOGI ISLAM

Seperti telah dikemukakan diawal Pendahuluan bahwa konsep iman yang dikemukakan oleh aliran-aliran dalam ilmu kalam tidak sama. Hal ini juga karena dipengaruhi oleh teori mengenai kekuatan akal dan fungsi wahyu.

A. Menurut Aliran Asy`ariyah

Golongan Asy`ariyah, mengatakan bahwa akal manusia tidak bisa sampai pada kewajiban mengetahui Tuhan, kecuali melalui wahyu. Kewajiban manusia utnuk mengetaui Tuhan datang dari wahyu. Dan menurut mereka hal ini menjadi pembenaran tentang adanya Allah, Karena Iman itu Tahsdiq (At-Tashdiq Billah) pembenaran tentang ke-Esa-an Allah dan kebenaran para Rasul-Nya serta segala sesutau yang dibawanya dari Allah. Keimanan itu diucapkan lisan dan dikerjakan dengan rukun Islam. Bagi Asy`ariyah bagi orang yang berdosa besar meninggal dunia dan tidak bertaubat, maka ketentuannya ditangan Allah, diampuni atau disiksa sesuai dengan dosa yang diperbuatnya yang kemudian dimasukkan ke Surga dan tidak kekal di Neraka. Status keiman seseorang itu terbagi tiga. Pertama Iman yang membuat orang keluar dari kekafiran (golongan kafir) dan tidak kekal di Neraka. Yaitu mengakui Tuhan, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Qadar baik dan buruk, sifat-safat Tuhan, dan segala keyakinan lain yang diakui oleh Syari`at. Kedua iman yang mewajbikan adanya keadilan, menghilangkan kefasikan dari seseorang dan membebaskannya dari Neraka. Dan yang ketiga adalah iman yang membuta seseorang memproleh prioritas untuk langsung masuk ke Surga tanpa hisab, yaitu mengerjakan segala sesuta yang wajib dan yang sunnat dan menjauhi yang segala dosa. Salah seorang dari pengikut faham Asy`ariyah yang bernama Asy-Syahrastani berkata : Iman adalah Tashdiq Biljanan sedangkan mengatakannya dengan lisan dan melakukan kewajiban utama hnyalah merupakan Furu` (cabang) iman. Oleh karena itu siapapunyang membenarkan ke-Esa-an Tuhan dengan hatinya dan juga membenarkan utusan-utusan-Nya beserta apa yang mereka bawa dari-Nya, iman semacam itu merupakan iman yang Shahih. Dan keimanan seseorang tidak akan hilang, kecualijika ia mengingkari salah satu dari hal-hal tersebut. (Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bnadung: Pustaka Setia. 2001. Hlm.149). Bagi Asy`ariyah persyaratan adanya iman hanyalah Tashdiq.

B. Menurut Aliran Mu`tazilah

Menurut aliran ini iman tidak cukup dalam arti Tahu saja. Karena manusia dikaruniai akal, maka akal itulah yang bisa mencapai pada kewajiban mengetahui Tuhan. Dan iman juga mempunyai arti aktif. Orang yang mempercayai adanya Tuhan tapi melawan kepada-Nya, berarti ia tidak beriman. Iman adalah perbuatan atau implementasi dari adanya mengetahui Tuhan yang selanjutnya dilakukan dengan amal wajib, sunah dan menjauhi dosa-dosa besar. Maka orang yang berbuat dosa besar itu tidak beriman dan tidak akan masuk Surga. Namun penempatannya berbeda dengan orang kafir, siksanya lebih ringan dari orang kafir.

Selain itu juga, bagi setiap orang yang berbuat baik dan meninggalkan perbuatan dosa-dosa besar maka orang itu akan mendapatkan penambahan dan kekuatan iman. Dan sebaliknya, jika orang mengerjakan perbuatan dosa besar, maka keimanannya akan berkurang. Bagi aliran Mu`tazilah amal adalah unsur terpenting dalam iman. Suatau perbuatan atau amal pastinya dilandasi oleh kesadaran akal, maka akal juga penunjang pengetahuan adanya Tuhan.

C. Menurut Aliran Maturidiyah (Bukhara)

Sama halnya dengan aliran Asy`ariyah, Aliran Maturidiyah Bukhara mengatakan bahwa iman itu adalah Tasdiq, diyakini dalam hati dan diucapkan dengan lisan akan ke-Esa-an Tuhan. Iman juga disebut sebagai kepatuhan pada perintah Tuhan. Namun orang yang tidak mematuhi perintah Tuhan bukanlah kafir, ia hanya melakukan perbuatan dosa besar dan juga tidak kekal di Neraka meskipun ia mati sebelum bertaubat dari dosa-dosa yang telah dilakukannya, karena Tuhan bisa saja mengampuni dosa-dosanya itu karena amal yang pernah orang itu lakukan dan keudian dimasukkan ke Surga, dan mungkin juga dimasukkan dahulu ke Neraka untuk dibersihkan dosa-dosanya yang kemudian setelah habis dosanya, maka ia dimasukkan ke Surga sesuai kehendak Tuhan. Dan bagi orang yang melakukan perbuatan dosa kecil, orang tersebut akan mendapatkan pengampunan dosa kecilnya karena amal baik yang diperbuatnya. Jadi, menurut aliran Maturidiyah Bukhara perbuatan dosa kecil bisa dihapuskan di dunia dengan melakukan amal baik, amal baik tersebut melebur dosa-dosa kecil.

Pendapat lain dari aliran Maturidiyah Bukhara mengenai iman, yaitu, mereka mengatakan bahwa iman itu tidak bisa berkurang, tapi bisa bertambah dengan memperbanyak ibadah pada Tuhan.

D. Menurut Aliran Maturidiyah (Samarkand)

Menurut aliran Maturudiyah Samarkand, iman adalah Tashdiq bilqalbi (membenarkan dalam hati) tidak semata diucapkan oleh lisan saja. Pendapat ini dikemukakan oleh Abu Mansur Al-Maturidy dengan berlandaskan Al-Qur`an surat Al-Hujurat ayat 14 yang artinya : “Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Al-Hujurat: 14)

Menurut Al-Maturidy samarkand, apa yang diucapkan oleh lisan dalam bentuk pernyataan iman, menjadi batal bila tidak hati tidak mengakui ucapan lisan itu. Selain itu, masih menurut Al-Maturidy, bahwa Tashdiq harus diperoleh dari Ma`rifah dan itu didapatkan melalui akal dan bukan sekedar dari wahyu. Ma`rifah bukan berarti esensi iman, tapi iman itu sendiri disebabkan oleh adanya ma`rifah.

E. Menurut Aliran Khawarij

Menurut semua sekte dari aliran Khawarij, bahwa iman bukan hanya percaya pada Allah. Mengerjakan semua perintah kewajiban agama juga merupakan bagian dari iman. Segala perbuatan yang berbau religius, termasuk dalam masalah kekuasaan, adalah bagian dari keimanan. Dengan demikian, siapapun yang menyatakan dirinya beriman pada Alah dan bahwa Muhammad adalah Rasul-Nya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban dan malah melakukan perbuatan dosa, maka orang tersebut dipandang kafir. Lain halnya dengan sekte Khawarij yang sedikit moderat. Ibadiyah, salah satu sekte dari aliran Khawarij,, mereka berpandangan bahwa setiap pelaku dosa besar tetap diakui sebagai Muwahhid (orang yang masih meng-Esa-kan Allah), tapi bukan orang Mu`min. Artinya ia disebut sebagai kufur Ni`mat bukan kafir dari agamanya, namun siksaannya kekal di Neraka bersama orang Kafir lainnya.

Lain halnya dengan pendapat Azariqah yang masih salah satu sekte dari aliran Khawarij, mereka berpendapat bahwa bagai siapa saja yang melakukan dosa besar, maka orang tersebut telah berubah setatus keimanannya menjadi kafir dari agama Islam. Orang tersebuta akan kekal di Neraka bersama orang kafir lainnya. Dan pendapat lain dalah dari Najdah. Sekte ini menyebutkan bahwa perbuatan dosa kecil sekalipun, jika dilakukan secara terus-terusan, maka akan mengakibatkan kekafiran.

BAB III

RINGKASAN MATERI

Konsep iman yang dimaksud di sini adalah sesutau yang mendasari keseluruhan pemikiran tentang keyakinan dan kepercayaan dalam hal-hal keagamaan. Konsep iman ini adalah keseluruhan tentang iman. Konsep iman yang dikemukakan oleh aliran-aliran dalam Ilmu Kalam tidak sama. Hal ini karena dipengaruhi juga oleh teori mengenai kekuatan akal dan fungsi wahyu.

A. Menurut Aliran Asy`ariyah

Keimanan seseorang tidak akan bisa dicapai dengan akal, akan tetapi seseorang akan mencapai keimanan yaitu dengan adanya wahyu dari Allah. Dan menurut mereka bahwa Status keiman seseorang itu terbagi tiga. Pertama Iman yang membuat orang keluar dari kekafiran (golongan kafir) dan tidak kekal di Neraka. Kedua iman yang mewajbikan adanya keadilan, menghilangkan kefasikan dari seseorang dan membebaskannya dari Neraka. Dan yang ketiga adalah iman yang membuta seseorang memproleh prioritas untuk langsung masuk ke Surga tanpa hisab.

B. Menurut Aliran Mu`tazilah

Bagi aliran Mu`tazilah keimanan seseorang akan bisa diketahui dari proses kerja akal. Dan iman adalah implementasi. Orang tidak disebut iman jika dia masih melakukan perbuatan dosa, maka dari itu ia tidak akan masuk surga.

C. Menurut Aliran Maturidiyah (Bukhara)

Kepercayaan orang Maturidiyah Bukhara mengenai iman, mereka mngatakan bahwa keimanan seseorang itu tidak akan berkurang, namun akan terus bertambah dengan memperbanyak amal baik sebagai penghapus amal buruk. Dan keimanan itu harus dibuktikan dengan adanya ketaatan pada Sang Pencipta (Allah).

D. Menurut Aliran Maturidiyah (Samarkand)

Menurut aliran Maturidiyah samarkand bahwa iman haruslah Ma`rifah, dan ma`rifah ini akan bisa dicapai jika seseorang bisa menggunakan kekuatan akal dan wahyu secara tepat dan efektif. Wahyu perlu akan adanya akal sebagai pendukung dan penokong demi terciptanya proses berpikir yang benar.

E. Menurut Aliran Khawarij

Iman bukan hanya percaya pada Allah saja, tapi mengerjakan semua perintahnya dan menjauhi segala larangagnnya. Siapapun yang menyatakan dirinya beriman pada Alah dan bahwa Muhammad adalah Rasul-Nya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban dan malah melakukan perbuatan dosa, maka orang tersebut dipandang kafir.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam konsep iman yang kemukakan oleh beberapa aliran teologi Islam terdapa bebrapa perbedaan. Hal in lebih dipandang karena dipengaruhi adanya teori kekuatan akal dan fungsi wahyu. Bagi aliran-aliran yang berpendapat bahwa akal mencapai kewajiban mengetahui Tuhan, iman melibatkan ma`rifah di dalamnya. Dengan demikian, bisa dilihat, Mu`tazilah dan Maturidiyah Samarkand tergolong pada kelompok ini. Adapun Murji`ah bebeda lagi, karena meskipun mereka menyebut ma`rifah, yang dimaksudnya bukanlah ma`rifah Bilqalbi.

Sebaliknya, aliran-aliran yang pendapatnya berbeda dengan yang diatas, iman dalam konsep mereka tidak melibatkan ma`rifah. Yang seperti ini ada dalam pemikiran Asy`ariyah, Maturidiya Bukhara dan Khawarij, karena corak pemikiran kalam mereka lebih bertendensi polotik ketimbang intelektua.

Aliran-aliran yang mengikutkan amal sebagai salah satu dari unsur iman, adalah Mu`tazilah dan Khawarij. Iman dapat bertambah atau berkurang. Smentara aliran-aliran yang tidak memasukkan amal sebagai unsur iman, adalah Murji`ah, Asy`ariyah, Maturidiyah (keduanya). Iman tidak dapat bertambah atau berkurang.

Dan jelaslah bahwa aliran-aliran teologi Islam yang memasukkan unsur-unsur penting ke dalam konsep iman memiliki keimanan yang kokoh. Dan sebalikya, aliran-aliran yang hanya mengakui satu unsure poko dalam konsep iman menghasilkan iman yang lemah.

B. Saran

Beriman bukan hanya sekedar diakui dalam ucapan dan diyakini kebenarannya dalm hati saja, namun juga adanya implementasi dari pengakuan kita terhadap eksistensi Allah Yang Maha Esa dengan melakukan perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan yang buruk, serta yang terpenting adalah mengerjakan apa yang menjadi perintah agama dan menjauhi apa yang menjadi larangan agama agar mendapat kebahagiaan dunia dan Akhirat. Dan juga, keimanan merupakan perkara yang sangat rentan terhadap munculnya permasalahan-permasalahan didalamnya. Untuk itu, baiknya semua pihak dan pembaca tidak terelalu terpaku hanya pada satu sumber saja untuk dijadikan referensi dalam mengkaji masalah konsep iman, lebih banyak referensi akan lebih luas dan sarat khasanah keilmuan kita. Terlebih lagi kita yang ada di dalam ruang lingkup PAI, pokok keimanan harus lebih matang dan lebih dikuasai dan komprehenship implementasinya.

DAFTAR PUSTAKA

  • Nasution, Harun.

- Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, jilid 1. (1985). Jakarta: UI Press.

- Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, jilid 2. (1985). Jakarta: UI Press.

- Teologi Islam: aliran-aliran, sejarah, analisa perbandingan. (1986). Jakarta: UI Press.

  • Djauhari, Mas`ud. Antaran Sejarah Muslim. (1995). Jakarta: Aji Sakti.
  • Abdul Mu`in, Taib Thahir. Ilmu Kalam. (1964). Jakarta: Widjaya.
  • Supiana. Materi Pendidikan Agama Islam. (2001). Bandung: Rosdakarya.
  • Anwar, Anwar. Ilmu Kalam. (2001). Bandung: Pustaka Setia.
  • Sunarto, Achmad. (2001). Taman dan Sandaran Pencari Kebenaran (terjemahan dari kitab Raudhatu Al-Thalibin wa `Umdatu As-Salikin, karya Imam Al-Ghazali). Jakarta : Pustaka Amani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar dan saran anda pada saya... !